Senin, 20 Desember 2010

Ketua KPK Baru dan Korupsi di Indonesia


Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang semula dijabat oleh Antasari Azhar diganti dengan Busyo Muqqodas melalui seleksi yang dilaksanakan oleh Panitia Seleksi (pansel) ketua KPK, Busyro terpilih dari 2 Calon yang berhasil Lolos seleksi yaitu Busyro Muqqodas dan Bambang Widjojanto.
Sebelumnya Busyo pernah diperikasa oleh KPK terkait kasus suap lahan tanah pada tahun 2007 yang sempat membuat Busyro dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai saksi saat menjabat sebagai Ketua Komisi Yudisial (KY)
Namun Bibit Samad Rianto, Wakil Ketua KPK tidak mempermasalahkan hal tersebut. Pasalnya, Bibit menilai Busyro tidak bersalah dalam kasus suap tersebut. "Nggak masalah, kecuali bersalah," ucap Bibit, Jumat (26/11/2010), di Kantor Komisis Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan HR Rasuna Said, Jakarta.



Sosok Busyro yang santun diharapkan bisa cepat menyesuaikan diri dengan cara kerja KPK, lembaga superbodi yang diharapkan tidak hanya untuk memberantas korupsi, tetapi juga untuk memberantas mafia hukum di negeri ini.
KPK mempunyai harapan baru dengan terpilihnya Ketua baru, terwujudnya KPK yang bersih, tegas, berwibawa, kredibel, mempunyai integritas merupakan tantangan Busyro Muqqodas di KPK disamping berbagai kasus yang belum terungkap dan  menghilang ditelan kasus-kasus lain seperti Bailout Bank Century, Rekening Gendut Polri, dan juga kasus yang sekarang sedang marak yaitu Korupsi Gayus Tambunan. Itu merupakan kasus yang harus diungkap dan di-clear-kan oleh KPK.

Disisi lain kebijakan pemerintah dengan meremisi koruptor dalam rangka memperingati hari kemerdekaan RI 17 Agustus lalu dianggap tidak mendukung komitmen Indonesi memberantas korupsi. Pemerintah menghadiahkan remisi, asimilasi dan Pembebasan Bersyarat bagi sejumlah terpidana koruptor. Bahkan, 11 koruptor dinyatakan bebas. Yang memicu kontroversi, deretan koruptor yang dibebaskan adalah terpidana koruptor dengan kasus korupsi berskala nasional yang tengah menjadi sorotan. Antara lain, Aulia Pohan besan Presiden SBY bersama tiga tersangka lain terpidana korupsi aliran dana BI mendapat remisi tiga bulan, koruptor proyek Pelabuhan Tanjung Api-api juga mendapat remisi tiga bulan.Pemerintah seakan tidak tegas dalam pemberantasan korupsi. Hal ini desesalkan sejumlah pihak yang mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam memberantas praktik korupsi, Begitu juga anggota yang  menilai koruptor tidak pantas diberikan remisi karena dampaknya sangat luar biasa bagi kemanusiaan.

Pemberantasan korupsi di Indonesia seakan seperti beban berat yang harus dipikul oleh KPK, bayangkan saja pemberantasan korupsi di negara kepulauan terbesar di dunia yang  jumlah penduduknya yang mencapai 235 juta jiwa ini hanya dipikul oleh KPK. Oleh karena itu KPK harus bekerja sama dengan instansi penegak hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan, harus ada kerja sama yang apik antar instansi penegak hukum dalam upaya penanganan korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) hal ini tentunya membutuhkan kepercayaan dan keterbukaan antar instansi.Tak hanya penegak hukum saja yang memberantas korupsi masyarakat harus proaktif mendukung pemberantasan korupsi, masyarakat harus punya komitmen untuk tidak melakukan korupsi, mekanisme pengaduan masyarakat akan adanya praktik korupsi haruslah jelas dan mudah. Pengaduan masyarakat bisa melalui KPK atau ormas Antikorupsi seperti,  Indonesian Corruption Watch (ICW) sehingga praktik-praktik korupsi di tanah air bisa terungkap. Sistem  pada penegak hukum maupun instansi pemerintahan maupun legislatif yang memungkinkan memunculkan kesempatan korupsi harus segera direvisi, hal ini perlu dilakukan agar koruptor tidak mempunyai kesempatan melakukan perbuatan korupsi yang jelas merugikan bangsa dan negara.  Pengawasan intenal maupun eksternal harus dilaksanakan dengan baik sehingga para pejabat/pemimpin bekerja sesuai prosedur. Disamping dapat mencegah seseorang melakukan korupsi, pengawasan ini dapat meningkatkanm keefektifan dalam bekerja.

Budaya korupsi di Indonesia memang merajalela, Indonesia disebut sebagai negara dengan perekonomian paling korup di Asia, berdasarkan dari survei yang dilakukan oleh Lembaga Konsultasi Risiko Politik dan Ekonomi (PERC) yang dilansir oleh agen berita Perancis AFP, kemarin. Dari skala 0 sampai 10, dimana 0 adalah indikasi bebas korupsi, Indonesia mendapatkan skor 8,32. Hal ini merupakan bukti bahwa korupsi tumbuh subur di Indonesia.
Berita-berita korupsi tidak pernah absen di media massa seperti televisi, seakan kata korupsi sudah melekat dengan telinga seluruh lapisan masyarakat, saya khawatir hal ini menjadi pemicu anak-anak (yang belum paham akan dampak korupsi) menirukan perbuatan ini dalam sehari-hari, contoh sederhana: anak meminta uang lebih untuk membeli buku pelajaran. Praktik seperti ini yang tidak diketahui orangtua lama-kelamaan menjadi sebuah kebiasaan. Kebiasaan yang dilakukan terus-menerus akan menjadi sebuah karaker, dalam hal ini karakter korupsi.
Anak yang nantinya tumbuh sebagai calon pemimpin di masa depan, integritas mutlak harus dimiliki oleh anak.
Namun bagaimana jika anak yang diharapkan seperti ini memilki karakter korupsi?
Semoga ini tidak terwujud dan hanyalah perkiraan semata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar